Persahabatan Soe Hok Gie dan Herman Lantang, dua sosok legenda gunung Indonesia yang banyak di kenal oleh para pendaki gunung maupun senat mahasiswa UI dahulu dan kini karena banyak hal yang telah mereka lakukan bagi gunung, Mapala UI dan masyarakat pada umumnya. Sebuah tulisan yang kami ambil dari Herman Lantang Webblog
29 Sept 1965-1 Okt. 1965 Team MAPALA dalam Pendakian ke Gn Merapi,: berdiri kiri kekanan: Deddy Satrio ( M-017),Sudrajat (kawan SH-gie), Asminur S.Udin (M-002); Herman Lantang (Ketua Senat Mhs FSUI) duduk dari kiri kekanan. Liem Beng-tie (keponakan Jakob Utama/jurusan Jerman), Judy S.Hidayat M-008), Rahayu Surtiati (M-004), Pitut Endang Puspita (M-005); Alm Cecep Darmatin Suryadi (M-015);Alm Soe Hok-gie (M-007); Roy Gandasutedja (M-011) dan almarhumah Mayang Sari (M-006)
Tulisan ini ku tujukan untuk para “ pengagum” Soe Hok-gie, terutama yang tidak pernah sempat bertemu dengan” Soe” semasa hidupnya.
“Soe”adalah nama panggilan yang ia pakai menyebut dirinya sendiri pada teman - teman dekat, dan panggilan kami menyapanya; Adapun nama “Gie”, adalah nama rumah yang dipakai intern didalam lingkungan keluarga batihnya saja , sebab “Soe” adalah Seh’ nama keluarga Tionghoa- “Family Name”
Penggambaran John Maxwell dalam :” Soe Hok-gie, a biography of a young Indonesian Intelectual ”, cukup jelas dan informatif, walaupun ia tidak pernah bertemu Soe Hok-gie secara pribadi sebelumnnya, tetapi dia telah mengadakan penelitian dan penulisan Biografi berdasarkan Riset yang teliti dan mendalam tentang Soe Hok-gie, latar belakang keluarga, teman - teman dekat, aktivitas, perjuangan, tulisan - tulisan dan pemikiran - pemikirannya dll selama lebih dari 23 thn, sejak 1970
Soe Hok Gie
Penampilan fisik, bahasa tubuh serta suara Soe, bisa dilihat dan didengar jelas dalam Film Dokumenter “A House in the Jungle” yang dibuat Australian Broadcasting Comission, dengan Sutradara John Powers, 1969 ,( ketika itu Soe kebetulan terpilih mewakili Generasi Intelektual Muda Indonesia,untuk direkam seluruh kegiatannya dalam sehari penuh ).
Film ini telah beredar di luar Indonesia seperti Australia, Eropah sampai ke Amerika Serikat, akan tetapi dilarang beredar di Indonesia ketika itu, sebab dalam wawancaranya antara lain Soe Hok-gie berani secara blak - blakan menyebut “The Indonesian Military Regime” ketika Pak Harto masih berkuasa penuh.
Dalam Film ini kita bisa melihat Soe Hok-gie dalam keadaan hidupnya sehari - hari, yang mana dipakai Nicholas Saputra sebagai acungan untuk dipelajari dan ditiru bahasa tubuh, berbicara dan suara, cara - cara berjalan, dan kebiasaan Soe lainnya, sehingga sebagai aktor Nico sanggup memerankannya secara baik, malahan untuk mengerti dan menjiwai tokoh SH-gie, Nico tidak segan - segan meluangkan banyak waktunya membaca buku - buku bacaan yang pernah dibaca SH-gie.
Herman Lantang
Sekalipun SH-gie adalah teman karib, sehingga hubungan kami sangat dekat dan pribadi, tetapi banyak hal tentang dirinya baruku ketahui jelas setelah membaca buku hasil penelitian John Maxwell diatas. Pertama kali aku mengenal Soe, adalah ketika dia masuk Fakultas Sastra Universitas Indonesia di Rawamangun ahir 1962 sebagai Mahasiswa Baru di jurusan Sejarah, ketika itu ia dekat dengan Zainal Zakse dan Richard Leirissa- keduanya adalah seangkatanku dari Jurusan Sejarah.
Tidak ada yang istimewa tentang dirinya ketika ku mengenalnya pertama kali, sama halnya seperti mengenal banyak mahasiswa - mahasiswa baru yang lain. Setahun kemudian aku mulai terarik bahkan perlahan - lahan menjadi akrab dengan dia karena banyak nilai - nilai dan pandangan hidup kami yang cocok atau sama, apalagi setelah mengetahui bahwa dia juga dekat dengan sahabat karibku di SMA Negeri-I, Budi Utomo, Boellie Londa; mereka sama - sama pengagum Sutan Syahrier dan simpatisan Gerakan Mahasiswa Sosialis ( GMSOS ).
Memang Boellie dan aku tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ( GMKI ). Boellie sangat aktif berorganisasi, sedangkan aku ikut - ikutanan saja, sekedar sebagai Orang Manado dan beragama Kristen- untuk mengenal pergaulan ke mahasiswaan.
Pada waktu itu hampir setiap mahasiswa, tergabung dalam salah satu Kegiatan Mahasiswa Extra Universiter, seperti : Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ), PMII, Persatuan Mahasiswa Katholik Roma Indonesia ( PMKRI ) berlatar belakang /”onderbouw” Partai - partai Politik berdasarkan Agama; Adapun Corps Gerakan Mahasiswa Komunis Indonesia ( CGMI ), PERHIMI, dan GERMINDO, adalah yang berlatar belakang Komunisme. Selain itu ada Ikatan Mahasiswa Djakarta ( IMADA ), Gerakan Mahasiswa Djakarta ( GMD ), yang berlatar belakang residensial, lokasi, domisili, kota, dll
Dalam kegiatan Mahasiswa Intra Universiter, yaitu di Senat Mahasiswa, Dies Natalies Fakultas, maupun Masa Prabhakti Mahasiswa ( MAPRAM ) di Fakultas Sastra UI, yang jumlah mahasiswanya sedikit dan mayoritas wanita ( dibandingkan dengan Fakultas - fakultas besar, seperti Fakultas Hukum & IPK, Ekonomi, Kedokteran di Salemba ) menyebabkan pergaulan kami akrab penuh persahabatan dan kompak seperti sebuah keluarga besar.
Saat aku terpilih sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UI, pada bulan Desember 1964, Soe semakin dekat dengan ku dan menjadi Penasehat / Advisor pribadi dengan Jabatan resmi sebagai Pembantu Staf Ketua Senat Mahasiswa dalam struktur Personalia Senat Mahasiswa.
Ketika itu Partai Komunis Indonesia ( dengan Gerwani, Pemuda Rakyat, SOKSI, CGMI ) sedang di”beri hati” oleh Sukarno dengan konsep NASAKOM-nya , merasa kuat dan mulai “unjuk gigi” di Senat Mahasiswa FSUI melalui CGMI; mereka menuntut agar Senat mendepak HMI ( yang dituduhny antek Masyumi ) dan GMSOS antek PSI, keluar dari Senat Mahasiswa, sebab dianggap kontra Revolusioner.
Dalam hal ini Senat Mahasiswa FSUI, bertindak tegas membela hak azasi mahasiswanya: silahkan ber Ormas apa saja diluar adalah haknya masing - masing individu, tetapi di dalam Senat Mahasiswa kita se AlmaMater dan Kegiatan Extra Universiter jangan mengganggu ketentraman dan kerukunan kegiatan Intra Universiter.( yang berazaskan ” Buku, Pesta dan Cinta”, yaitu kita di kampus untuk Study, Enjoy masa muda dan hubungan akrab kompak saling mengasihi / cinta” )
Dalam kenyataan Senat Mahasiswa kami dapat berjalan dengan kompak, sebab penggeraknya adalah orang - orang pekerja yang aktif dan berinisiatif, rajin, loyal , berani dan jujur, tersebar dalam posisi - posisi kunci yang penting, sehinga tidak bisa di ”boikot” bila ada yang bermaksud mengacaukan. Apalagi kami sudah terlatih kompak sebagai Team kerja dalam kegiatan - kegiatan di Seksi Penggemar Alam, ( yang adalah cikal bakal MAPALA - UI ).
Peristiwa Pemberontakan G-30 S terjadi ketika kami sedang mendaki gunung Merapi- dalam Rombongan MAPALA kami kebetulan terdapat dua “ anak Jendral”, yi. Endang Sutjipto ( anak Jendral Sutjipto SH dari Angkatan Darat ) dan Yayu Surtiati ( anak jendral Polisi ), menjelang 1 Oktober 1965, kami terpaksa nginap di St.Gambir sebab di Jakarta sedang berlaku jam malam.
Kegiatan Senat Mahasiswa jalan terus, diakhir thn 1965, sedang anggota - anggota Ormas Komunis dan oposisi mulai menghilang satu persatu- jadi kepengurusan Senat Mahasiswa periode 1965 - 1966, dilanjudkan dengan terutama kerja sama teman - teman dari Golongan Alma Mater .
Pada 9 Januari 1966, sebelum resmi adanya aksi - aksi Mahasiswa di Salemba 4, Soe mengusulkan , agar Senat Mahasiswa FSUI mengadakan Aksi Mogok, tidak menggunakan Kendaraan Umum, tetapi berjalan kaki dari Salemba ke Rawamangun, sebagai Protes akan Kenaikan Harga Bensin dan Bahan Makanan Pokok. ( Selanjutnya . . . baca Catatan Harian Seorang Demonstran )
Dalam kegiatan Aksi Mahasiswa biasanya aku mengkordinir dan memimpin Masa Mahasiswa Fakultas Satra di “lapangan”, sedangkan Soe Hok-gie bergerak dibelakang layar sebagai pemikir dan “otak” yang mengatur strategi pelaksanaan Aksi ( dibantu Boellie Londa dan Jopie Lasut ). Dia juga berbakat sebagai ‘Pengompor’masa dengan pidato atau tulisan - tulisannya di Koran, yang tegas, jujur, berani, blak - blakan dan ber api - api.
Biasanya kalau “masa” sudah terkumpul, maka Soe kupersilahkan angkat bicara, dan disinilah “kharisma Soe akan muncul “ ketika dia mulai bicara ataupun ber-’agitasi’ dengan berani dan meyakinkan membuat orang terpukau kagum mendengarkannya..
“Masa” mahasiswa kami adalah gabungan dua Fakultas terkecil di UI waktu itu yi Fakultas Sastra dan Fakultas Psychologi , merupakan kelompok militan yang bergerak secara cepat dan efesien. Biasanya kami bergerak “mobile” dengan bersepeda, kadang - kadang di kawal teman - teman Jopie Lasut ( -ex-Permesta , sebagian mahasiswa i Asmi ).
Kami melakukan kegiatan - kegiatan aksi yang unik berupa kejutan tersendiri dengan kompak cepat dan tepat ke tempat - tempat tertentu diluar jalur sasaran kegiatan Masa mahasiswa KAMI Jaya / Pusat, yi al ke Kantor berita RRT, Sin Hua”, Mahkamah Agung, Pertamina dll
Pada umumnya Kegiatan kami segera disusul dengan publikasi Media Masa yi laporan / reportase di koran - koran ibu kota seperti Sinar Harapan, Kompas dan Indonesia Raya, Harian KAMI, ( juga dalam Mingguan Mahasiswa, edisi JABAR ) dengan jalur a.l SoeHok-gie, Tides Katoppo dan Jopie Lasut.
Pada periode Senat Mahasiswa FSUI yang ke-dua 1965 - 1966, sebagian Oknum Ormas - ormas Extra Universiter yang merasa dirinya sebagai pahlawan membentuk komisariat KAMI di FSUI, disini mereka mendadak mulai vocal seperti yang terjadi di KAMI pusat.
Pada mulanya Salemba 6, dikenal sebagai Pusat kegiatan KAMI / DMUI Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia yang berangkulan dengan Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia, dimana jacket kuning sangat menonjol, lama - lama mulai dicampur dengan seragam Universitas - universitas lain, kemudian beralih ke” baju loreng KAMI”, apalagi ketika dibagi dalam rayon masing - masing, seperti Rayon Yani, Haryono, dst.
Setelah 11 Maret 1966, perlahan - lahan golongan Alma Mater”Jacket kuning” berangsur - angsur balik ke kampus, untuk melanjudkan studi sedangkan sebagian tinggal , malahan kemudian ada yang mulai berkolaborasi dan menggabungkan diri dengan penguasa ( Pemerintah ) sehingga luntur atau terkontaminasi idealismenya semula.
Ahir thn 1966, Senat Mahasiswa golongan Alma Mater FSUI dijatuhkan oleh Koalisi Ormas Extra universiter. Dalam Periode ini Senat Mhsw FSUI 1966 - 1967, Ketua Senatnya dari PMKRI, Wakilnya dari PMII dan GMKI dan Sekjennya dari HMI, kerjanya “rapat melulu” sehingga banyak Seksi tidak jalan atau bubar samasekali.
Senat Mhs periode 1967/1968 dan Surat Bebas G 30-S,
(ditanda tangani Soe Hok-gie)
Periode berikutnya balik lagi kegolongan Alma mater, dimana Soe Hok-gie terpilih sebagai Ketua Umum Senat Mahasiswa, dengan Staf yang sedikit tetapi “efesien”dan berfungsi ( lihat lampiran: Pengurus Senat Mhs periode 1967 -1968 dan Surat Bebas G-30 S untuk Herman Lantang untuk persiapan berangkat ke Papua. )
Walaupun persahabatan ku dengan Soe Hok-gie hanya berlangsung kurang dari 6 tahun, yaitu sampai akhir hayatnya , tetapi kami telah saling membina “nilai - nilai dasar hidup kami” yaitu Takut akan Tuhan dan mencintai Tuhan serta ciptaanNya. . . mencintai Bangsa dan Tanah Air Indonesia; Nilai - nilai Dasar Hidup yang menyangkut iman, moral dan patriotisme, meliputi nilai - nilai kepintaran, ketekunan, keberanian, kemurnian, kejujuran, ketulusan, keterbukaan ( antara sesama sahabat ) , kesederhanaan dan rendah hati, loyalitas , kesetiaan, cinta dan keindahan.
Adapun nilai - nilai Dasar dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi Gaya Hiduku “My way of Life “( dan banyak Orang lain )-; melalui Tulisan, Pemikiran dan Teladan yang diberikan Soe Hok-gie semasa hidupnya, yang juga memberi dampak yang sangat dalam bagi “Para Pengagum Soe Hok-gie” sampai sekarang walau saat ini ia telah pergi meninggalkan kita lebih dari 43 tahun yang lalu.
Sumber: belantaraindonesia.org