Sedikitnya 22 orang meninggal tiap hari di Indonesia akibat kanker leher rahim (serviks).
"Kanker serviks merupakan pembunuh paling banyak dibanding penyakit kanker lain," kata Ketua III Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Sumaryati Aryoso, di Palangka Raya, Kamis.
Menurut dia, banyaknya jumlah kematian akibat kanker serviks itu kebanyakan karena penderita datang dalam kondisi stadium lanjut (stadium III) dan sulit ditangani lagi.
Kanker serviks sendiri bisa menyerang pada semua lapisan usia, mulai dari bayi baru lahir, anak-anak, hingga perempuan dewasa, meski angka kematian tertinggi adalah wanita usia 35 hingga 40 tahun.
Padahal, katanya, kanker serviks umumnya dapat dicegah dan dideteksi secara lebih dini hingga tidak perlu menyebabkan kematian bagi penderitanya.
Cara termurah untuk mengetahui kanker serviks adalah dengan pemeriksaan "pap smear" setahun sekali bagi perempuan yang telah melakukan hubungan seksual.
"Melalui `pap smear` bisa diketahui bila ada kanker dini sehingga dapat ditangani dengan operasi kecil untuk menghambat atau membunuh agar tidak jadi kanker. Bila ditemukan kanker stadium awal pun dapat diobati dengan sempurna hingga sembuh," ujarnya.
Selain `pap smear` upaya pencegahan juga dapat dilakukan melalui penyuntikan vaksin kepada perempuan sebelum masa hubungan seksual. Namun harga vaksin itu relatif mahal, yakni sekitar Rp1 juta sekali suntik, kata Sumaryati.
Meski telah menyebabkan ribuan kematian per tahun, Sumaryati mengakui, sampai saat ini tidak ada data akurat tentang jumlah dan penyebaran penyakit kanker secara umum.
"Sampai saat ini baru 13 rumah sakit yang melaporkan data kanker di Indonesia. Sementara dari pemerintah sendiri baru berupaya membuat `pilot project` penanganan kanker di enam kabupaten dari 400-an kabupaten/kota di Indonesia," ujarnya.
Data Depkes sendiri menempatkan penyakit kanker secara keseluruhan sebagai pembunuh nomor enam dibanding penyakit lain. Sementara 26,7 persen kematian akibat kanker disebabkab karena kanker serviks, selanjutnya disusul kanker payudara, kanker hati, dan kanker paru.
"Kanker serviks merupakan pembunuh paling banyak dibanding penyakit kanker lain," kata Ketua III Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Sumaryati Aryoso, di Palangka Raya, Kamis.
Menurut dia, banyaknya jumlah kematian akibat kanker serviks itu kebanyakan karena penderita datang dalam kondisi stadium lanjut (stadium III) dan sulit ditangani lagi.
Kanker serviks sendiri bisa menyerang pada semua lapisan usia, mulai dari bayi baru lahir, anak-anak, hingga perempuan dewasa, meski angka kematian tertinggi adalah wanita usia 35 hingga 40 tahun.
Padahal, katanya, kanker serviks umumnya dapat dicegah dan dideteksi secara lebih dini hingga tidak perlu menyebabkan kematian bagi penderitanya.
Cara termurah untuk mengetahui kanker serviks adalah dengan pemeriksaan "pap smear" setahun sekali bagi perempuan yang telah melakukan hubungan seksual.
"Melalui `pap smear` bisa diketahui bila ada kanker dini sehingga dapat ditangani dengan operasi kecil untuk menghambat atau membunuh agar tidak jadi kanker. Bila ditemukan kanker stadium awal pun dapat diobati dengan sempurna hingga sembuh," ujarnya.
Selain `pap smear` upaya pencegahan juga dapat dilakukan melalui penyuntikan vaksin kepada perempuan sebelum masa hubungan seksual. Namun harga vaksin itu relatif mahal, yakni sekitar Rp1 juta sekali suntik, kata Sumaryati.
Meski telah menyebabkan ribuan kematian per tahun, Sumaryati mengakui, sampai saat ini tidak ada data akurat tentang jumlah dan penyebaran penyakit kanker secara umum.
"Sampai saat ini baru 13 rumah sakit yang melaporkan data kanker di Indonesia. Sementara dari pemerintah sendiri baru berupaya membuat `pilot project` penanganan kanker di enam kabupaten dari 400-an kabupaten/kota di Indonesia," ujarnya.
Data Depkes sendiri menempatkan penyakit kanker secara keseluruhan sebagai pembunuh nomor enam dibanding penyakit lain. Sementara 26,7 persen kematian akibat kanker disebabkab karena kanker serviks, selanjutnya disusul kanker payudara, kanker hati, dan kanker paru.